GENERASI, SURABAYA – Lahir di era internet, Generasi Z dikenal kreatif dalam pekerjaan, tetapi sering dianggap malas karena cenderung memilih pekerjaan yang nyaman dan tidak memberatkan. Generasi Z juga menjadi sorotan karena pengaruh besar mereka terhadap budaya kerja kekinian.
Berdasarkan survei American Psychological Association (2018), Generasi Z memiliki kecenderungan permasalahan kesehatan mental dibandingkan dengan generasi lain. Hal ini dikarenakan tingginya ekspektasi mereka mengenai pendidikan dan karir di masa depan. Mereka lebih mementingkan kesejahteraan psikologi dalam bekerja atau menjalankan aktivitas sehari-hari.
Penelitian dalam Jurnal Psikologi dan Konseling West Science berjudul “Analisis Kesejahteraan Psikologis Dalam Kaitannya dengan Kesiapan Dunia Kerja Pada Generasi-Z” ditulis oleh Devi Ayu Arista dari UIN Sunan Gunung Djati Bandung dan Yana Priyana dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Syariah Sukabumi pada tahun 2023, menunjukkan bahwa kesejahteraan psikologis Generasi Z dalam menghadapi kesiapan dunia kerja berada dalam kategori baik.
Hal ini berkaitan dengan model multidimensi tentang aspek kesejahteraan psikologis yang disarankan oleh Ryff (2014), meliputi aspek-aspek seperti penerimaan diri, pengembangan potensi, tujuan hidup, menentukan pilihan, memiliki hubungan yang baik dengan orang lain, serta pembentukan lingkungan.
“Generasi Z mahasiswa dalam menghadapi kesiapan bekerja setelah mereka lulus di bangku kuliah berada dalam kategori baik, mereka memiliki kecenderungan optimis masuk ke dunia kerja,” tulis hasil penelitian tersebut.
Dalam konteks dunia kerja, penelitian tersebut juga mengingatkan tentang pentingnya memahami kebutuhan dan harapan Generasi Z. Peneliti beranggapan bahwa Generasi Z memiliki potensi besar dalam menghadapi perubahan di masa depan dengan memberikan dukungan dan menciptakan lingkungan kerja yang positif. Perusahaan pun dapat memanfaatkan potensi Generasi Z dalam menciptakan lingkungan yang inklusif dan inovatif.
Herpri Milenia (24), mahasiswi dari Universitas Negeri Malang (UM), mengatakan cukup sulit ketika memasuki dunia kerja. Sebagai seorang introvert yang tidak mudah beradaptasi, ia harus menyiapkan mental untuk bertemu orang baru dan mengasah kemampuan berbicaranya.
“Tentunya dengan mengasah dan mengembangkan soft skill saya melalui pelatihan yang banyak ditemui di platform media online,” ujarnya, Minggu (26/5/2024).
Selain itu, seperti calon pekerja Generasi Z pada umumnya, Herpri ingin bekerja di tempat yang sesuai dari segi pengetahuan dan lingkungan. Ia berpendapat bahwa penting untuk memilih pekerjaan yang nyaman serta sesuai dengan harapan.
“Dari lingkungan sekitar, saya mendengar banyak cerita dan keluh kesah mereka dalam pekerjaan. Sehingga saya memiliki pandangan selama di dunia kerja seperti apa dan kesiapan apa saja yang harus dipersiapkan,” ungkapnya.
Wakil Dekan Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Diah Sofiah menjelaskan bahwa penerimaan diri dapat dikembangkan melalui strategi dan praktik, seperti menganut nilai-nilai yang dimiliki, menetapkan batasan yang sehat, dan berfokus pada pertumbuhan pribadi.
Diah mengutip penelitian dari Bingol, Tugba Yilmaz, and Meryem Vural Batik (2017), yang menyoroti pentingnya penerimaan diri tanpa syarat, sehingga mengurangi masalah emosional penghambat pertumbuhan Generasi Z.
“Penerimaan diri penting untuk pertumbuhan dan perkembangan pribadi, karena memungkinkan individu untuk fokus pada kekuatan mereka dan berupaya memperbaiki kelemahan mereka. Keadaan tersebut dapat pula mempengaruhi kesiapan memasuki dunia kerja,” tuturnya, Minggu (26/5/2024).
Diah pun menjelaskan jika Generasi Z dan Generasi Y memiliki persamaan dalam pemahaman teknologi, berjiwa wirausaha, kesadaran global dan sangat percaya diri. Namun, Generasi Z lebih realistis dibandingkan Generasi Y yang optimis dikarenakan kondisi sosial dan ekonomi. Sehingga, hal ini menyebabkan Generasi Z lebih memilih pekerjaan yang aman dan stabil untuk kehidupannya.
Aspek kesejahteraan psikologis lainnya yang juga turut dijelaskan Diah yaitu mengenai kendali atas keputusan sendiri serta membangun hubungan positif dengan orang lain.
“Generasi Z yang memiliki kendali atas keputusan sendiri dapat meningkatkan kepuasan kerja karena dapat mengambil tindakan yang selaras dengan nilai dan tujuan mereka. Sedangkan menjalin hubungan positif dengan orang lain akan memediasi hubungan antara keterampilan sosial dan kesejahteraan psikologis,” pungkasnya. (*)
Penulis: Rangga Prasetya Aji Widodo
Daftar tautan referensi:
- Analisis Kesejahteraan Psikologis Dalam Kaitannya dengan Kesiapan Dunia Kerja Pada Generasi-Z (Studi Kasus Mahasiswa Tingkat Akhir di Salah Satu Perguruan Tinggi Swasta di Sukabumi)
- Schroth, H. (2019). Are you ready for Gen Z in the workplace? California Management Review, 61(3), 5–18
- Association, A. P., & Association, A. P. (2018). Stress in America: generation Z. Stress in America Survey, 11
- Ryff, C. D. (2014). Psychological well-being revisited: Advances in the science and practice of eudaimonia. Psychotherapy and Psychosomatics, 83(1), 10–28
- Kesejahteraan Psikologis Remaja: Ukuran Multidimensi oleh Carmen Viejo, Mercedes Gomez Lopez, dan Rosario Ortega Ruiz