GENERASI, SURABAYA – Kopi menjadi salah satu minuman favorit di dunia. Di sejumlah negara, minuman ini sangat mudah ditemukan. Minum kopi dalam beberapa hal memiliki dampak positif, namun juga memiliki dampak negatif.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada frekuensi tertentu, kebiasaan minum kopi dapat meningkatkan tekanan darah atau menyebabkan hipertensi. Temuan ini menjadi bahan perdebatan di kalangan ilmuan.
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) yang dikutip oleh Kementerian Kesehatan RI (2019), sebanyak 1,13 miliar orang di seluruh dunia telah mengidap hipertensi. Diperkirakan pada tahun 2025 penderita hipertensi akan mencapai 1,5 miliar, dan sekitar 9,4 juta orang setiap tahunnya akan meninggal akibat hipertensi beserta komplikasinya.
Di Indonesia sendiri, prevalensi hipertensi menurut Riskesdas tahun 2018 adalah sebesar 34,1%. Ini mengalami peningkatan dibandingkan prevalensi hipertensi pada Riskesdas tahun 2013, yaitu sebesar 25,8% (Kementerian Kesehatan RI, 2021). Salah satu faktor yang diduga berkontribusi pada tingginya angka hipertensi adalah kebiasaan mengkonsumsi kopi.
Perdebatan Ilmiah
Namun, studi dalam Jurnal Ilmu Kesehatan berjudul “Hubungan Kebiasaan Mengkonsumsi Kopi dengan Kejadian Hipertensi” yang ditulis oleh Budi Kristanto dan Diyono dari STIKES Panti Kosala Jawa Tengah tahun 2021, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi pada 45 responden di Desa Ngringo, Jawa Tengah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden (97,8%) memiliki kebiasaan konsumsi kopi dalam kategori ringan, yaitu 1-3 cangkir per hari. Hanya 2,2% responden yang masuk dalam kategori konsumsi kopi sedang (4-6 cangkir per hari) dan tidak ada responden yang termasuk dalam kategori konsumsi kopi berat.
“Mayoritas responden dengan tekanan darah yang normal yaitu 82,2%, dan hipertensi 17,8%,” tulis peneliti tersebut.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian dari Elvivin (2015), yang menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi kopi dengan risiko hipertensi secara dominan. Perbedaan ini terjadi karena frekuensi kopi yang diminum lebih banyak yaitu di atas tiga gelas per hari.
Meskipun demikian, temuan penelitian ini juga menunjukkan bahwa 15,5% responden yang mengkonsumsi kopi dalam kategori ringan tetap mengalami hipertensi. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor lain yang mempengaruhi tekanan darah, seperti faktor genetik, stres, pola makan, hingga gaya hidup.
Guru besar bidang Gizi Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Prof. Dr. Rita Ismawati, S.Pd., M.Kes. menjelaskan jika terdapat hubungan antara konsumsi kopi dengan terjadinya hipertensi. Hal ini dikarenakan kopi memiliki kandungan polifenol, kalium, serta kafein, yang mana kandungan kafein merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya hipertensi.
“Kafein di dalam tubuh manusia bekerja dengan cara memicu produksi hormon adrenalin yang berasal dari reseptor adinosa di dalam sel saraf, yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah,” jelasnya.
Rita juga menjelaskan jika setiap jenis kopi memiliki kandungan kafein yang berbeda-beda. Secangkir kopi seduh mengadung 96 mg kafein, espresso mengandung 64 mg kafein, dan kopi instan mengandung 62 mg kafein. Hal ini berpengaruh kepada besarnya risiko peningkatan darah, dimana semakin rendah jumlah kafein pada kopi, maka akan semakin rendah pula pengaruhnya.
Adapun batasan aman untuk konsumsi kopi agar tidak meningkatkan risiko hipertensi seperti yang dijelaskan oleh Rita adalah dengan meminum satu atau dua cangkir kopi dalam sehari. Ini dikarenakan peningkatan tekanan darah dipengaruhi oleh dosis kafein yang dikonsumsi, sehingga akan cukup untuk membuat peminum kopi merasa lebih terjaga dan waspada untuk sementara waktu.
Bagi penderita hipertensi sendiri, alangkah baiknya juga membatasi makanan atau minuman lain selain kopi, seperti makanan tinggi vitamin B12 (telur, daging sapi dan ayam), makanan tinggi folat (bayam, pepaya dan alpukat), makanan yang asin (kalengan), serta kandungan kafein lainnya (teh dan coklat).
Selain itu, Rita juga menyarankan penderita hipertensi untuk memperbaiki gaya hidup mereka, sehingga dapat mengontrol tekanan darah yang dimilikinya.
“Mulai merubah pola makan dengan menerapkan gizi seimbang, membiasakan diri melakukan aktivitas fisik/olahraga selama 30 menit per hari, mengurangi makanan yang mengandung lemak jenuh, memperbanyak konsumsi sayuran dan buah, membatasi konsumsi garam 5 gram per hari, tidak mengkonsumsi minuman beralkohol, dan mengurangi kebiasaan merokok,” pungkasnya.
Kesadaran Mella
Mella Rutdyana (24), seorang mahasiswa dari Universitas Brawijaya, mengetahui terkait informasi minum kopi dapat meningkatkan hipertensi, namun ia menolak bahwa informasi itu benar karena tidak percaya jika kopi menjadi salah satu sumber valid yang dapat meningkatkan risiko hipertensi. Ia berpendapat jika hipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti genetik, diet, gaya hidup yang buruk, maupun berbagai kondisi kesehatan lainnya.
Dalam sehari, Mella bisa mengkonsumsi kopi di atas batas aman yaitu sebanyak 500-600 ml. Namun, hal tersebut tidak menyebabkan Mella memiliki penyakit hipertensi, karena ia percaya bahwa tekanan darah tinggi tidak berkaitan dengan kopi.
“Tapi kalau memang minumnya dalam batas yang tidak semestinya dan berkepanjangan, bisa jadi ada indikasi bahwa nantinya akan terjangkit tekanan darah tinggi atau hipertensi,” ucapnya pada Selasa (27/6/2024).
Selama ini, efek samping yang dirasakan oleh Mella ketika mengkonsumsi kopi adalah jantung berdebar, ini dikarenakan ia meminum kopi tersebut dalam satu waktu. Mella berpendapat jika mengkonsumsi kopi dalam satu waktu akan meningkatkan adrenalin, di mana hal tersebut bisa membantu untuk menjadi lebih produktif dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Meskipun begitu, Mella memiliki keinginan untuk mengurangi konsumsi kopi karena penyakit GERD yang ia miliki, dengan cara mengubah gaya hidupnya menjadi lebih baik.
“Seperti menjaga pola tidur, mengkonsumsi vitamin b, berolahraga, makan makanan yang bergizi, dan hal yang paling simple dengan minum air putih secara teratur,” ucapnya. (*)
Penulis: Rangga Prasetya Aji Widodo
Referensi:
Kementerian Kesehatan RI. (2019). Hipertensi Penyakit Paling Banyak Diidap Masyarakat